Kapolres TTU dan Upaya Mengembalikan Martabat Hidup: Penertiban Miras dalam Perspektif Kebaikan Bersama
Penanganan penyalahgunaan miras di Kabupaten TTU menunjukkan bahwa upaya menjaga ketertiban tidak semata-mata bergantung pada penegakan hukum, tetapi juga pada kesadaran moral seluruh lapisan masyarakat. Penegasan Kapolres TTU, AKBP Eliana Papote, sejalan dengan kebijakan Kapolda NTT Irjen. Pol. Dr. Rudi Darmoko bahwa perbuatan baik harus dimulai dari diri sendiri, karena kesejahteraan yang hakiki berakar pada penghargaan terhadap nilai kehidupan dan martabat manusia. Setiap individu dipanggil untuk memilih tindakan yang mendukung kebaikan bersama, menolak segala bentuk kebiasaan yang merusak, serta membangun budaya hidup sehat, produktif, dan saling menghargai. Pendekatan yang menekankan pembinaan, pemberdayaan, serta penyediaan alternatif ekonomi seperti pengolahan nira menjadi produk pangan bernilai tambah menjadi contoh nyata kehadiran hukum yang hidup dan berpihak pada kesejahteraan.
Kapolres Timor Tengah Utara (TTU), AKBP Eliana Papote, S.I.K., M.M., dalam rapat analisa dan evaluasi bulanan pada Senin (3/11), kembali menegaskan komitmen Polres TTU dalam mencegah dan menanggulangi dampak negatif minuman keras (miras) di tengah masyarakat. Tidak hanya berbicara dalam ranah penegakan hukum, Kapolres menyampaikan pesan pembinaan kehidupan sosial yang berakar pada nilai moral, akal budi, dan tanggung jawab bersama.
Miras merusak manusia pada dua sisi sekaligus: fisik dan moral. Ketika akal budi terganggu, kemampuan untuk mencintai, melindungi, dan menghormati sesama turut melemah. Di sini terlihat bahwa penertiban miras sesungguhnya bukan hanya persoalan aturan, tetapi persoalan nilai hidup. Tradisi pemikiran moral menegaskan bahwa kebebasan sejati adalah kebebasan untuk memilih yang baik; dan hidup bermartabat membutuhkan kesadaran untuk merawat diri, bukan merusaknya.
Berbagai peristiwa seperti perkelahian, kekerasan dalam rumah tangga, kecelakaan lalu lintas, hingga tindakan kriminal, sering berawal dari konsumsi miras. Kondisi ini menjadi perhatian serius Polri karena menyangkut keselamatan, ketertiban, serta martabat manusia sebagai makhluk berakal.

Kapolres TTU menyampaikan:
“Sebagai penegak hukum maka saya harus tegas. Setiap kebijakan yang saya ambil diawali dari aturan hukum yang juga sudah melalui banyak pertimbangan untuk menentukan langkah bijak dengan melihat dampak yang dialami masyarakat TTU.”
Dalam perspektif hukum klasik, Thomas Aquinas menekankan bahwa hukum sejati (lex vera) harus berakar pada akal budi dan ditujukan untuk kebaikan bersama (bonum commune). Kebiasaan mabuk yang berujung pada kekerasan merupakan tindakan yang bertentangan dengan akal budi dan berlawanan dengan tatanan moral kehidupan manusia. Maka, penegakan hukum terkait miras bukan sekadar penerapan aturan, melainkan upaya mengembalikan keteraturan dan kebaikan dalam kehidupan masyarakat.
Kebijakan Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT), Irjen. Pol. Dr. Rudi Darmoko, menegaskan arah moral tersebut melalui penekanan pada perbuatan baik yang dimulai dari diri sendiri. Kapolda menggarisbawahi bahwa fondasi keamanan dan ketertiban masyarakat berawal dari kemampuan setiap individu untuk menghargai dan merawat dirinya. Dalam kerangka eudaimonia atau kesejahteraan yang utuh, seseorang dapat hidup baik apabila ia mengambil keputusan yang mendukung keluhuran dirinya, bukan keputusan yang merusak fisik, moral, dan relasi sosial.

Upaya penanganan miras tidak hanya berupa larangan dan penindakan. Kapolres TTU juga mendorong pendekatan pemberdayaan masyarakat. Bahan dasar nira yang selama ini dimanfaatkan untuk produksi miras dapat diolah menjadi gula merah, gula hela, atau berbagai produk pangan lainnya yang bernilai ekonomi. Langkah ini mencerminkan hukum yang tidak hanya menertibkan, tetapi juga membangun dengan memberikan alternatif yang sehat, produktif, dan menyejahterakan.
Pada akhirnya, menjaga ketertiban dan keselamatan masyarakat bukan hanya menjadi tugas Kepolisian, tetapi merupakan tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Kepatuhan terhadap hukum diharapkan tumbuh bukan karena rasa takut terhadap sanksi, tetapi karena kesadaran untuk hidup dalam kebaikan dan saling menjaga satu sama lain.
Membangun TTU yang damai dan sehat dimulai dari pilihan kecil setiap hari: menghargai diri sendiri, mencintai sesama, dan memilih kebaikan yang menghidupkan; Sementara hukum yang ditegakkan dengan kasih akan menjadi cahaya pembimbing bagi masyarakat yang hidup dengan akal budi untuk kehidupan yang bermakna dan bermartabat.
**wm**


